Selasa, 31 Juli 2012

TEKNIK-TEKNIK MOTIVASI


Widura IM

Motivasi mempunyai peranan yang penting pada diri individu baik di strata pimpinan maupun anggota biasa di organisasi karena merupakan salah satu faktor yang diandalkan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dikatakan mempunyai peranan yang penting bagi unsur pimpinan, sebab seorang pemimpin dikatakan berhasil dalam menggerakkan orang lain, apabila mereka mampu menciptakan motivasi yang tepat bagi bawahan. Motivasi juga penting bagi bawahan untuk mendorong diri mereka sendiri dalam mencapai tujuan atau standar kerja.  Oleh karena itu, setiap pemimpin maupun anggota perlu memahami hakikat motivasi, faktor-faktor yang berpengaruh dalam motivasi, teknik motivasi, dan tidak kalah pentingnya mengenali karakteristik kelompok individu yang perlu dimotivasi.

Pendekatan dalam memotivasi bawahan

Ada 5 macam teknik memotivasi yang dapat digunakan, yaitu ; kekerasan, sikap baik, transaksi, kompetisi dan internalisasi. 

      1.   Cara kekerasan dilakukan dengan memanfaatkan wewenang (pemimpin) yang dimiliki dengan teknik  memaksa dan ancaman, perintah apa yang harus dilakukan, tidak pernah bosan mengingatkan aturan, dan sesedikit mungkin memberikan kebebasan pada bawahan.  Seringkali teknik ini berhasil, khususnya bila situasi yang dihadapi ambigus atau tidak jelas, atau sistem organisasi belum berjalan stabil.  Hanya saja, cara ini memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan. Cara kekerasan dalam memotivasi sering  tidak merangsang orang untuk bekerja lebih baik, melainkan bekerja sekedar menghindari hukuman. Atau, bila berlebihan dapat menimbulkan sikap perlawanan, sabotase dan merusak, atau bawahan membentuk klik (komplotan) untuk melindungi diri, maupun terjadinya frustrasi dikalangan bawahan.
      
2.   Pendekatan sikap baik, dapat dilakukan dengan mangambil sikap kebapakan atau menciptakan iklim kerja yang kondusif.  Sikap kebapakan sering berhasil terutama bila ingin menimbulkan semangat dan loyalitas dari bawahan.  Sedangkan menciptakan iklim kerja kondusif dapat dilakukan dengan cara memberikan kondisi kerja relatif bebas dan pengawasan yang bersahabat.  Teknik ini biasanya dapat membuat bawahan memiliki kepuasan dan dapat meningkatkan semangat kerja. 

3.   Pendekatan transakasi, melalui kesepakatan antara atasan dan bawahan terhadap hasil kerja yang harus dicapai dengan imbalan yang diberikan oleh atasan.     

4.  Pendekatan kompetisi, dengan cara menciptakan persaingan antar anggota/bawahan untuk melaksanakan pekerjaan sebaik mungkin dengan imbalan kenaikan gaji atau promosi kepada mereka yang bekerja sangat baik.  Kelemahannya, tidak semua orang mempunyai ambisi untuk menang ; persaingan berlebihan dapat merusak organisasi ; banyak jenis pekerjaan tertentu sulit mengukur siapa paling berhasil ; persaingan sering dianggap sebagai penekanan ; bila berlebihan  dapat menimbulkan frustasi.

5.   Pendekatan Internalisasi,  teknik ini dilakukan melalui rekayasa lingkungan agar motivasi muncul dari dalam diri tanpa perasaan tertekan.  Misalnya, melalui perubahan pada situasi pekerjaan itu sendiri dengan memperluas tanggung jawab (job enlargement), atau dengan melakukan rotasi jabatan/pekerjaan.  Cara lain termasuk pendekatan internalisasi adalah dengan mengembangkan suasana kerja yang bersahabat dan rasa kebersamaan, serta gaya kepemimpinan yang adaptif mempertimbangkan tingkat kematangan bawahan dan situasi tugas.

Kelompok bawahan yang perlu dimotivasi

Setelah mengenal teknik motivasi yang akan digunakan, perlu juga memahami kelompok orang seperti apa yang perlu dimotivasi.  Karena kadang-kadang ada kelompok individu yang tidak perlu dimotivasi, karena mereka sudah dapat memotivasi diri sendiri. 
Ditinjau dari tingkat kematangan, individu dapat diklasifikasikan pada 4 kelompok.  Kelompok belum matang (Immature), biasanya dicirikan sebagai individu yang tidak efektif ; cenderung menghindari tanggung jawab ; tidak kompeten ;  dan mereka memang membutuhkan pengarahan dan perintah. 

Kelompok lebih efektif (more effective), umumnya mereka lebih efektif dibandingkan yang belum matang ; dapat mulai diberi wewenang dan tanggung jawab walaupun tetap masih perlu diberi instruksi dan perintah.    Kelompok berikutnya adalah individu-individu yang cakap (proficient), yaitu kelompok orang yang sudah mendekati matang. Umumnya mereka mulai berani mengambil inisiatif, dan dapat diberi wewenang tanggung jawab lebih besar.
Kelompok terakhir adalah individu yang sudah matang (mature) yang dicirikan oleh perilaku efektif ; dapat memotivasi diri sendiri ; berkemauan kuat dan  siap mengambil tanggung jawab ; kompeten ; serta mampu mengarahkan diri sendiri untuk bekerja dan berprestasi tinggi.

 

Teknik  individual dalam memotivasi 

       Seringkali dalam kenyataannya ditemui bahwa individu tidak dapat dikelompok-kelompokan sesuai tigkat kematangannya.  Untuk itu, perlu lebih cermat mempelajari karakteristik umum orang yang hendak dimotivasi dan teknik motivasi yang sesuai dengan cirinya tersebut.  Dalam pendekatan ini, ciri-ciri umum orang dapat dibedakan ke dalam ciri kebutuhan (need for power), kebutuhan bersahabat (need for affiliation) dan orang-orang dengan kebutuhan berprestasi (need for achievement).  Penekanan pada kebutuhan tertentu mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya orang-orang yang mempunyai motivasi kekuasaan yang tinggi akan berbeda dengan orang yang motivasi affiliasinya lebih kuat, atau individu dengan motivasi berprestasi tinggi. Sehingga teknik pendekatan untuk memotivasinya juga berbeda.
  Orang yang didominasi kebutuhan kekuasaan (n’power) dicirikan oleh kecenderungan membesar-besarkan diri, dan meremehkan orang lain.  Selain itu, mereka juga kuat upayanya untuk berada pada posisi yang berpengaruh ; cenderung blak-blakan, dan argumentatif.  Segi positifnya, umumnya mereka lancar dalam bicara ; sikapnya tegas ; dan senang berbicara atau mengajar di depan publik.  Yang menarik adalah bahwa mereka juga senang memberi hadiah maupun nasehat walaupun sebenarnya orang yang diberi tidak memerlukan, senang mengumpulkan gelar maupun barang, dan menjadi anggota klub-klub bergengsi.
       Untuk memotivasi orang yang didominasi n’power adalah mengajak mereka membahas tujuan, tugas-tugas, strategi, keputusan dari kelompok kerja.  Atau, diberi penugasan yang memungkinkan ia memimpin, serta kesempatan kewenangan dalam pengambilan keputusan.  Cara lainnya, mereka diberi kesempatan kompensasi di luar jabatan dengan menjadi anggota perkumpulan profesi, kesempatan memberi konsultasi, atau memimpin kegiatan di lingkungan masyarakat.  
   Individu-individu yang didominasi oleh kebutuhan persahabatan (n’affiliation) dicirikan oleh kesenangannya untuk berinteraksi dan berkumpul bersama orang-orang, loyal terhadap teman dan kelompoknya, kompromis, keinginan bersahabat dan menghindari konflik terbuka.
       Dalam memotivasi mereka, cara yang efektif adalah dengan menciptakan suasana kerja yang kondusif, jauh dari persaingan dan konflik ; tidak mengkritiknya terutama di muka umum ; dan, situasi atau tempat kerja memungkinkan ia dapat berkumpul dengan orang lain.  Dalam kelompok kerja, mereka akan lebih sesuai diberi posisi sebagai “support” (pendukung). 
     Sedangkan orang yang didominasi oleh kebutuhan untuk berprestasi (n’achievement) umumnya dicirikan oleh semangat yang kuat, terutama bila mereka dalam posisi yang unggul (menang) ; selalu menetapkan tujuan/target secara realistik dengan risiko yang diperhitungkan.  Mereka umumnya tidak membuat target yang muluk-muluk, biasanya targetnya moderat tapi tetap ada tantangan berdasarkan perhitungan yang mampu ia capai.  Selain itu mereka kuat dalam berinisiatif ;  mau bertanggung jawab sendiri terhadap apapun hasil yang dicapainya ; dan, cepat mencari umpan balik untuk memperbaiki prestasinya.  Mereka umumnya tidak pernah berlama-lama merenungkan kegagalan.  Dalam bekerja mereka tidak semata-mata mengutamakan untuk mendapatkan uang atau kekuasaan, melainkan demi kepuasan mencapai prestasi yang ditargetkannya sendiri..
     Cara memotivasi yang dapat digunakan antara lain ;  memberikan otonomi yang cukup luas dan keleluasan untuk memilih cara-caranya sendiri dalam melakukan pekerjaan.  Disamping itu, mereka juga perlu diberi kesempatan untuk berkembang ; tantangan dengan risiko yang moderat dan jelas ; target kerja yang realistis ; serta sistem umpan-balik yang objektif, langsung dan kontinyu.

Penutup
            Dalam menerapkan teknik-teknik motivasi, perlu diperhatikan beberapa faktor ; seperti, bagaimana karakteristik dan tingkat kematangan bawahan, bagaimana situasi yang muncul, jenis target yang ingin dicapai, dsb.  Misalnya, teknik kekerasan bisa berhasil bila tingkat kematangan bawahan pada taraf rendah, situasi yang muncul agak ambigus (tidak terstruktur), dan target yang hendak dicapai dalam waktu tidak terlalu lama.  Tapi bila karakteristik bawahan berada pada tingkat matang, mungkin keberhasilannya kecil bila teknik kekerasan digunakan.  Satu hal lagi yang perlu diperhatikan bahwa dalam menerapkan teknik-teknik motivasi perlu mempertimbangkannya sebagai seni (art), yang membutuhkan pengalaman.

MENGENALI KEPRIBADIAN MELALUI GAYA KEPUTUSAN

Widura IM
Dalam konteks pengambilan keputusan, individu dapat dipandang sebagai sistem dimana salah satu sub-sistemnya adalah kepribadian (personality). Sebagai sub-sistem, kepribadian akan melibatkan corak berfikir, emosi, nilai (value), dan sikap (attitude) yang erat hubungannnya dengan pola perilaku individu termasuk gaya pengambilan keputusannya. Variasi perilaku individu merupakan keunikan dari kepribadian, oleh karena itu gaya (style) keputusan antara orang yang satu dan lainnya cenderung bervariasi walau permasalahan yang dihadapinya sebenarnya sama.
Dengan mengenali gaya keputusan yang sering digunakan seseorang maka dapat diprediksi arah perilaku atau kesesuaiannya dalam menghadapi situasi permasalahan. Bila gaya keputusan tidak cocok dalam menghadapi permasalahan tertentu dapat diprediksi ketidak efektifannya. Misalnya, seseorang yang introvert akan menerapkan gaya keputusan berbeda dengan individu ekstrovert. Dikaitkan dengan jenis permasalahan, maka dapat diprediksi bahwa individu introvert tidak efektif menghadapi permasalahan yang menuntut kecepatan dalam keputusan, tetapi mungkin akan efektif bila menghadapi permasalahan yang menuntut ketelitian dan kehati-hatian. Apakah gambaran proses dan gaya keputusan sesederhana itu ? Tentunya perlu diulas bagaimana aspek-aspek yang terkait saling berinteraksi.

Corak Berfikir dan Gaya Keputusan

Sebelum seseorang mengambil keputusan ia dituntut kemampuan dalam interpretasi dan evaluasi informasi. Hal yang penting disini adalah bagaimana ia menangkap informasi dan bagaimana ia bereaksi terhadap
situasi (atau permasalahan). Dalam menjelaskan hubungan corak berfikir dan pengambilan keputusan, para pakar mencoba menjelaskan melalui konsep belahan otak - kiri dan kanan - untuk memahami bekerjanya otak individu dalam proses pengambilan keputusan. Ternyata dapat dikenali aspek-aspek tertentu dari otak yang berpengaruh pada proses berfikir.
Bahwa individu yang berorientasi pada dimensi tugas atau aspek teknis pekerjaan didominasi oleh otak kiri. Sedangkan individu yang lebih memperhatikan hubungan sosial, emosi dan perasaan dikuasai oleh otak kanan. Dari penjelasan ini dapat dideskripsikan bahwa individu yang dikuasai otak kiri lebih pragmatis dan berorientasi taktis. Berbeda dengan individu yang didominasi otak kanan yang lebih berfikir jangka panjang atau cenderung mempertimbangkan perasaan orang dalam mengambil keputusan
Kompleksitas Berfikir dan Struktur Sikap
Selain corak berfikir, pengambilan keputusan juga berhubungan dengan tingkat kompleksitas permasalahan yang mampu dihadapi individu. Beberapa orang mempunyai toleransi yang tinggi terhadap situasi ambigus sehingga tak kesulitan mengorganisasikan situasi-situasi kompleks. Sebagian lainnya membutuhkan informasi yang kongkrit karena mereka memerlukan struktur yang jelas tentang permasalahan yang dihadapi agar dapat melakukan pertimbangan yang tepat sebelum mengambil keputusan.
Kompleksitas berfikir mengungkapkan kapasitas seseorang dalam mengolah informasi yang relevan dan penting. Individu yang memiliki kapasitas berfikir terbatas umumnya akan melakukan langkah awal membatasi dirinya dari informasi yang ambigus atau terlalu bervariasi. Biasanya mereka cenderung tidak berupaya kuat mencari informasi sebanyak mungkin, pertimbangannya agar tidak bingung dengan banyaknya informasi yang perlu diperhatikan. Sebaliknya individu dengan kapasitas berfikir luas memiliki toleransi tinggi terhadap situasi ambigus, ia akan tetap merasa aman dan tidak kesulitan menghadapi permasalahan kompleks dan tidak berstruktur. Individu-individu ini mampu menstrukturkan permasalahan yang kompleks dengan berfikir sistematis sehingga mudah memilih alternatif keputusan secara akurat.
Dari sudut pandang lain, ada ahli lain yang mengkaitkan penyaringan informasi dengan struktur sikap (attitude) individu. Menurut mereka, struktur sikap dapat bersifat kaku (rigid) atau sangat fleksibel. Dan subyektivitas seseorang dalam mengamati permasalahan merupakan dampak dari struktur sikapnya dalam mengamati atau menangkap informasi suatu permasalahan.
Seorang pengambil keputusan yang sikapnya kaku atau dogmatis, biasanya sering frustrasi bila dihadapkan pada situasi permasalahan yang
kompleks dan ambigus. Sedangkan, individu yang fleksibel memiliki kemampuan menangkap informasi yang bervariasi dan memahaminya sebagai gambaran yang utuh dan bermakna. Oleh karenanya, mereka cenderung lebih percaya diri dan efektif dalam berhubungan dengan orang serta tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan konflik dalam diri.
Gaya Pengambilan Keputusan
Dimensi yang mencakup cara seseorang menangkap informasi dan tingkat kompleksitas berfikir (cognitive complexity), tak terlepas dari kemampuan seseorang menghadapi kompleksitas situasi permasalahan dan bagaimana otak memprosesnya. Melalui persepsi, individu akan melibatkan subyektivitas dalam menyaring informasi permasalahan yang dihadapinya. Aspek-aspek tersebut menjadi dasar yang membedakan gaya keputusan individu satu dan lainnya.
Dengan dasar tersebut, maka dijelaskan pola perilaku seseorang melalui gayanya dalam mengambil keputusan yang dapat dikelompokan ke dalam 4 kategori, yaitu ;
a. Gaya Direktif (Directive Style)
Gaya keputusan ini memiliki toleransi rendah pada situasi ambigus dan tak terlalu kuat dalam kompleksitas berfikir. Umumnya mereka lebih menyukai informasi yang spesifik dan berstruktur. Lebih memperhatikan keputusan teknis dengan gaya otokratis. Perhatian mereka terfokus dan cenderung agresif. Mereka cenderung membatasi informasi dan alternatif pilihan dengan orientasi pada tujuan-tujuan jangka pendek, sehingga kecepatan solusi merupakan kekhasan gaya ini. Dalam mengambil keputusan mereka tergolong cepat. Umumnya dorongan mereka kuat untuk mencapai prestasi tinggi, dan mengandalkan power untuk mengendalikan situasi.
b. Gaya Analitik (Analityc Style)
Gaya ini lebih toleran terhadap situasi ambigus dibandingkan dengan gaya direktif. Tingkat kompleksitas berfikir tergolong kuat sehingga mampu mendapatkan banyak informasi dan mengembangkan alternatif pilihan. Perhatiannya pada keputusan teknis dan kontrol, sehingga cenderung otokratis. Dalam membuat keputusan, mereka bukan pengambil keputusan yang cepat karena cenderung menikmati situasi problem solving, dan suka menguji detil-detil situasi. Kekhasan dari gayaini, adalah kemampuannya mengatasi situasi-situasi baru. Posisi status dan ego adalah hal penting,
c. Gaya Konseptual (Conceptual Style)
Kekhasan gaya ini adalah orientasinya di tingkat berpikir daripada bertindak. Taraf kompleksitas berfikir tergolong kuat, sehingga tidak sulit menghadapi permasalahan kompleks. Dalam membuat keputusan, cenderung memanfaatkan data dari banyak sumber dan berusaha mengembangkan alternatif bervariasi. Disamping itu gaya ini juga berorientasi pada orang, terbuka untuk menjalin relasi, mau menerima masukan dari bawahan dan menyenangi situasi partisipatif yang tidak melibatkan kontrol dan power. Perhatiannya pada tujuan jangka panjang dengan komitmen kuat pada organisasi. Pengguna gaya ini cenderung idealis dan memperhatikan nilai & etika. Umumnya kreatif dan berorientasi pada prestasi, pengakuan (recognition), dan kemandirian.
d. Gaya Perilaku (Behavioral Style)
Tingkat kompleksitas berfikir tak terlalu kuat sehingga sering kesulitan menghadapi permasalahan kompleks. Dalam berkomunikasi cenderung memanfaatkan rapat atau pertemuan formal. Gaya ini sangat berorientasi pada kondisi internal organisasi, cenderung supportive dan sangat memperhatikan kesejahteraan bawahan. Mereka bersedia terbuka terhadap saran, komunikatif, empatik, persuasif, dan kompromis. Dalam mengambil keputusan, tidak mementingkan banyaknya data sebagai informasi dan biasanya berorientasi jangka pendek. Mereka juga berusaha menghindari konflik, berusaha mencari dukungan, dan sangat berorientasi pada orang. Dalam posisi statusnya kadang-kadang sering merasa kurang aman (insecure).
Penutup
Uraian इनी menggambarkan bahwa disamping kita dapat mengenali pola kepribadian seseorang melalui gaya keputusannya, kita juga dapat memprediksi keputusan yang akan diambil seseorang saat menghadapi permasalahan. Selain itu, untuk pembinaan kita dapat menempatkan seseorang dalam situasi sesuai dengan pola umum dari kepribadian dan gaya keputusannya।Namun demikian proses pengambilan keputusan tidak dapat dipandang sebagai proses sebab akibat yang सेदेर्हना. Ada aspek-aspek dalam diri yang terlibat dalam proses tersebut, seperti persepsi, corak berfikir dan sikap. Aspek-aspek ini disamping menentukan gaya keputusan juga mempengaruhi fleksibilitas dalam penyesuaian gaya keputusan dengan situasi permasalahan. Seperti dikatakan orang bijak bahwa orang yang fleksibel ternyata lebih efektif dalam mengambil keputusan. (WID)